Senin, 29 Oktober 2012

[FanFiction] A peace for me and you

cast :

  • Kwon Ji Yong
  • Han Hye In
Genre : Romance
Rating : All Age's


***
Aku mungkin bukan siapa-siapa bagi nya. Aku hanya seseorang yang begitu memperhatikan nya. tertawa jika ia tertawa. Menangis ketika ia bersedih. Menyemangatinya jika ia terjatuh. Aku hanya bayangan untuknya. Sepasang sayap untuknya terbang. Aku mencintai nya. Sangat mencintainya. Meski aku tahu dengan sangat,bahwa itu tidak akan pernah menjadi nyata. Itu hanya sebuah angan dan mimpi ku.

Bukankah itu sebuah kesetiaan? Meskipun aku bermimpi menginginkan dirimu untuk ada disini menemani ku. tapi itu gila. Ya itu gila. Kau tak pernah mengenalku. Hanya aku yang mengenalmu dengan sangat baik.

Seperti hari ini. aku masih setia memperhatikan gerak gerik mu dari sudut ruangan yang tertutupi rak buku. Perpustakaan. Tempat favoritmu untuk menyendiri. Dan yang akhirnya menjadi tempat favorit ku sekarang. Kau tak pernah menyadari keadaanku. Meskipun aku duduk di depan mu. Kau begitu asyik membaca, seakan kau masuk kedalam tulisan yang kau baca. Menyenangkan sekali melihatnya. Benar-benar 2 sisi yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Kau, Kwon Ji Yong. Jika tidak diluar ruangan ini terlihat amat menyebalkan. Jahil. Berandalan. Nakal. Itulah sisi yang kau tunjukan diluar sana. Tapi disini, diruangan sumpek. Penuh buku dan juga debu. Kau tunjukan sisi manis mu. Hanya diam,kadang terseyum kadang malah wajah serius mu yang kau tunjukan. Benar-benar berbeda. Seakan-akan ini ruangan sakral untuk mu. Dan hanya disini kau bisa menjadi dirimu sendiri. Rileks dan menyenangkan.

Apa ku bilang. Kau tertawa kecil. Lucu sekali melihatnya. Tawa tulus bukan seperti tawa yang selama ini kau tunjukan. dan tanpa sadar aku sudah tertawa kecil. Dan luput menahan tumpukan buku yang sedari tadi ku pegang. Dan dengan segera, buku-buku tebal itu jatuh mendentum keras di lantai. Menimbulkan suara yang bisa dibilang cukup nyaring ditambah lagi ini perpustakaan yang jelas saja selalu hening dan tenang.

“omoo!?”seruku pelan nan panik lantas mulai memungut buku-buku yang jatuhkan. Sialnya buku-buku itu terlalu banyak dan berat!
“gwenchana?”sebuah suara mengangetkanku. Dan tangan-tangan itu mulai terulur membantu ku.
omo !! ini bukan mimpi ?tolong sadarkan aku jika ini hanya mimpi.!
“gwenchana?”ulangnya pelan. Lantas menumpuk buku-buku berat itu ditangan nya.
“ne. Gwenchana ji yong-ssi.”cicitku seperti tikus yang terjepit.
“khahaha...”dia tertawa kecil dan geli.
“yaakk.. aku bukan hantu. Tidak perlu takut seperti itu.”lanjutnya kemudian sembari membantuku membawa buku-buku itu ke meja terdekat.
“hehehee...”
sial! kenapa malah tertawa seperti orang bodoh!

Dia hanya menahan tawa nya. dan menyilahkan ku duduk. Dan demi itu semua. Aku seperti boneka yang patuh disuruh ini itu. terpaku menatapnya yang kembali serius dengan buku nya.
“yakk.. sampai kapan kau akan menatapku,hmm?”tegurnya pelan tanpa melepas matanya sedetikpun  dari bukunya.
“eh??”sentakku kaget. Dia menyadarinya? Sejak kapan? Omoo! Gawat. Cepat-cepat ku tundukan kepalaku. Pura-pura membuka buku.
“kau dari jurusan mana?”tanya nya lagi. Mengagetkan ku.
“filsafat.”jawabku pendek. Salah tingkah. Sebentar-sebentar membetulkan poni. Baju atau apalah.
“aahh.. nah, kau tahu aku kan?”tanya nya lagi. Lantas meletakan buku yang dibacanya dan mulai menatapku. Langsung kemanik mata ku. deg deg deg.
Patah-patah ku anggukkan kepalaku. Dia hanya tersenyum. Entah apa arti senyum itu. aku sungguh tidak mengerti.
“kau angkatan berapa?”tanya nya lagi lantas menyilangkan kedua tangan nya di dada. Ini sama saja mengintrogasiku, aisshhh
Dengan ragu-ragu kujawab juga. “eemm.. 24.. emm wae ?”. dia tersenyum lagi dan mengeleng pelan. “pantas saja kau memanggilku begitu. Kita seangkatan. Hanya beda jurusan saja. Benar?” ku anggukan kepalaku cepat. Bodoh!
“sepertinya belakangan ini aku sering melihatmu. Entah itu disini atau dimana. Ada yang ingin kau tanyakan?”DOR! langsung tembak! Matilaahh.. ottokee ?? kumainkan ujung rambutku yang memang sengaja kugeraikan.
“tanyakan saja. Kau sepertinya sudah mengenalku begitu baik. Dan aku sungguh tahu arti tatapanmu itu.” glek! Dia tahu?
“emm.. ituu.. kenapa jika disini kau terlihat tenang. sedangkan diluar sana terlihat.. emmm.. berbeda?”tanyaku takut-takut. Kwon Ji Yong itu juga unpredictable man. Makanya takut. Huhu
“aahhhhh.. ituuu.. sudah ku dugaa.. sebentar.. apa bisa kau mengira-ngira apa alasan nya? aku tahu kau jauh lebih pintar dariku.”jawabnya santai. Dan kembali meraih buku yang tadi dibiarkan nya. dibuka-buka nya pelan. Tunggu ! dia tersenyum!! MWO?? Apa artinya ini?
“apa kau perlu jawaban sekarang?”tanya nya pelan. Masih dengan sebuah senyuman misterius di bibirnya.
“eh?”delik ku salah tingkah. Apa katanya barusan?
“babbo.. hahaha”jawabnya pelan sambil tersenyum. Dia mengatakan itu tanpa melihatku. Dan itu menyebalkan. =_=
“hehehe..”yakk! kenapa malah ikut tertawa. Bodoh~
“kau lucu sekali.. haahaha”katanya sambil tertawa kecil. Diletakan nya kembali buku yang sedari tadi dibacanya.
“boleh aku tahu siapa nama mu?”tanyanya pelan dan berirama seakan-akan ini menyenangkan untuknya. Susah payah kuteguk liurku. Ku benarkan poniku yang jatuh menutupi mata. Mencoba menutupi kegugupanku.
“Han Hye In imnida..”desisku pelan. Berbisik seperti tikus yang terjepit.
“yakk,, aku tidak akan mengigitmu. Jadi berhenti bersikap seakan-akan aku akan menghisap darahmu. Dan satu lagi. Jika kau berbicara padaku. Tolong lihat mataku. Aku benci orang yang berbicara kepadaku tapi tidak menatapku.” Ujarnya mantap. Setengah memerintah setengah menakuti setengah berusaha menyakinkan. Semua serba setengah.

Oh tuhan. Menatapnya langsung? Tidak tidak bisa. Aku malu.

Setelah rusuh dengan perasaan sendiri. Setelah lenggang kembali menyusup diantara kami. Akhirnya patah-patah ku angkat wajahku yang sedari awal hanya tertunduk menatap buku. Camkan! Hanya menatap. Tidak selera untuk membaca. Meskipun ku baca. Aku bersumpah tak ada satu katapun yang nyangkut dikepalaku sekarang. Dan terlebih lagi soal aku ketahuan memperhatikannya.

nah begini lebih baik. 
Demikian maksud wajahnya kala melihatku menatapnya. Dia manggut-manggut dan menyilangkan tangannya di dada, merapat ke sisi meja. Menaruh tangannya di atas meja. Menatap lurus kearahku.
“karena kau sudah tanya, maka aku akan kujawab.” Katanya santai tetap lurus memandangku. Tak berkedip.
“jawabannya sederhana. Kau juga membutuhkan ketenangan ketika sedang membaca bukan?” aku mengangguk cepat. Dia tersenyum sekilas. Menatapku lagi.
“diluar berbeda? Sesungguhnya tidak. sama. Hanya diluar sana aku tidak perlu ketenangan. Semua sama menyenangkan nya ketika aku hanya berbual bersama buku-buku tua nan berdebu seperti ini.” di mainkannya buku tebal berbahasa inggris itu.
Kutautkan alisku. Hah? Aku tidak mengerti maksudnya.
“kau tidak mengerti?”tanyanya seakan-akan bisa membaca gurat diwajahku.
“mudahnya begini. Diluar aku perlu teman untuk bersenang-senang. Seperti mereka.” dia menunjuk keluar. Aku seperti orang bodoh mengikuti arah telunjuknya yang jelas-jelas menunjuk ke arah luar jendela. Menatapnya bingung.
“tapi, ketika aku ingin sendiri. Mereka lah teman-temanku yang setia. Berbicara dengan bahasa mereka sendiri.” Di rentangkannya tangannya dengan bangga. Dan terlihat jelas gurat wajahnya berubah seratus kali lebih menyenangkan dari sebelumnya.
“itu sama menyenangkan nya bagiku. Entah bagi orang lain. Dan aku sama sekali tidak merasa berbeda seperti yang tuduhkan padaku.” Lanjutnya kemudian sembali mengulung lengan kemeja hitamnya. Menarik kembali buku yang dibacanya.
“kau mengerti maksudku kan?”tanya memastikan.
“kupikir kau terlalu banyak membaca buku. Bahasamu sudah seperti para filsafat. Jadi,sebenarnya disini siapa yang mahasiswa filsafat? Aku atau kau ?”jawabku berusaha mencairkan suasana. Mencoba ber”akrab” ria dengannya.
“terserahmu lah. Ku anggap kau sudah mengerti.”jawabnya dari balik buku tebalnya. Kembali ke aktivitas sebelumnya. Berbicara dengan “teman”nya.

***
Sebenarnya apa yang sedang kukerjakan sekarang ini?. Tidak juga membaca, meski sebuah buku sudah kubolak balik halamannya dari tadi. Tapi mataku entah menatap kemana. Dan otakku kemana. Bengong?. Mungkin benar.

Dan tiba-tiba saja otakku sudah merangkai ingatan kejadian tadi siang. Mengelitik pikiranku yang entah terbang kemana-mana. Merangsang hati untuk meluapkan rasa senang. Kututup buku malang yang hanya ku sentuh dengan cinta. Ini teman Kwon Ji Yong. Harus ku berlakukan spesial. Begitu benak ku berkata pelan. Mendayu merayu.

Kwon Ji Yong. Satu orang tapi memiliki dua sisi yang amat bertolak belakang. Badly in the outside. But softly in the inside. Menarik. Kembali benakku bermain. Menarawang kemana-mana. Hati menebar bunga cinta semakin semerbak harumnya. Otak semakin jahil menghadirkan kenangan akan senyum nya. senyum yang tak akan kulihat jika bertemu diluar perpustakaan. Kali ini semua nya bersekongkol. Kompak. Membuatku lupa jika besok harus ada tugas yang harus kukumpulkan. Sebagai syarat untuk mengambil mata kuliah lanjutan.

“Hye in-a. Sudah tidur?”suara oemma ku terdengar dari balik pintu. Dan hal itupula yang menyentakkan ku kembali ke dunia nyata.
“belum oemma. Wae?”tanyaku bingung sambil membukakan pintu untuk oemma-ku.
“bisa tolong oemma beli obat rematik untuk appamu?”tanya oemmaku pelan. Menatapku menanti jawaban.
“rematik appa kambuh lagi?”tanya ku prihatin. Oemma mengangguk pelan. Terlihat gurat letih diwajahnya.
“nee.. tapi ini sudah larut oemma. Apotik yang ada di depan pasti sudah tutup.”jawabku cepat sambil melirik jam dinding berbentuk kepik merahku.
“nee~hye in pakai mobil appa saja. Ini kuncinya. Dan ini uangnya. Lekas Hye In-a jangan keluyuran.” Tanpa menunggu disuruh dua kali pun aku sudah beranjak mengambil kunci mobil dan juga uang yang diberikan oemma. Bergegas pergi.

***
“gomabseumnida seonsaengnim..”kataku sopan sembari membungkuk hormat. Lantas keluar apotik 24jam tersebut. Perlu setengah jam berkendara dari rumah,hingga akhirnya menemukan apotik ini. Dengan hati riang. Melangkah menuju mobil yang terparkir lumayan jauh dari apotek tadi . Hingga tiba suara seseorang menghentikan langkahku.

“hey nona manis. Kau sepertinya anak orang kaya. Pasti banyak uang.” Ku teguk liurku. Tenggorokanku tercekat. Mundur selangkah demi selangkah. Merapatkan pakaianku. Rasa takut merasuk kemana-mana.
“aku tidak punya uang.”kataku akhirnya. Pelan. Takut.
“gotjimal. Kau pasti punya uang.” Ujar pria yang hanya selangkah jaraknya dariku. Bau khas alkohol tercium jelas. Aku benci bau ini.
“berikan uang mu!”bentak pria yang satunya. Yang sekarang sudah menangkap lenganku. Berusaha memeriksa tas kecil yang  kubawa.
“jangaaan !!! aku sungguh tidak punya uang!!”teriakku kencang. Sembari mencoba mempertahankan tasku. Saat aku benar-benar terjepit itulah,entah darimana datangnya. Tiba-tiba saja sebuah pukulan telak mendarat di punggung pria yang memengang lenganku.
“aaaarrgghhhh!!” aku hanya bisa berteriak seketika. Kaget. Shock. Bingung. Dan dalam hitungan detik. Kembali suara pukulan. Makian berterbangan dilangit. Aku hanya bisa menutup mata dan merengkuh kaki. Takut luar biasa.

“aaaaarggghhhhhh”teriakku kencang ketika sebuah tangan menyentuh bahuku. Aku sontak jatuh terduduk. Berusaha menendang kesana kemari. Mengapai kesana kemari.
“yaakk!!! Tenanglah.. !!!”bentaknya. kedua tangannya berhasil menangkap tanganku. Aku yang sudah letih dan lemas karena takut. Menyerah pada kekuatannya.
“gwenchana ??”tanya nya khawatir. Kuberanikan menatapnya. Patah-patah ikut berdiri. Patah-patah menatapnya. Patah-patah mengangguk.
“nyaris saja hye in-ssi. Terlambat sedikit saja, kau entah sudah dibawa kemana.”terangnya tanpa ku minta. Kau tahu. Dewa penolongku itu tak lain dan tak bukan adalah orang yang sama dengan orang yang membuatku bengong sepanjang malam ini.
“gamsahamnida ji yong-ssi.. gamshahaeyo..”ucapku sambil terus membungkukkan badan.
“yaakk.. yakk.. “bentaknya tak suka.
“arrasoo.. eiih... “ujarnya menunjukan wajah sebalnya.
“sebentar. Kau jangan kemana-mana. Jangan kemana-mana. Berdiri disini saja. Arraaa??”perintahnya tak terbantahkan. Tanpa menunggu persetujuanku. Ia sudah pergi menghilang.
Kemudian 5 menit kembali kedepanku. Membawa satu kotak susu hangat.
“minumlah. Wajahmu pucat. Kau tidak mau pulang dengan wajah pucat kan?”ujarnya sambil menyerahkan kotak susu yang sudah dibukanya tadi. Patah-patah dengan tangan gemetaran kuraih kotak susu tersebut.
“gomapta. “kataku pelan langsung meneguk susu tersebut. Hangatnya susu tersebut membantu banyak.
Kutatap wajahnya. Bagaimana bisa kau ada disini? Demikian maksud mimik wajahku.
“tidak sengaja. Aku kesini ingin bermain bersama beberapa teman. Mereka menunggu disana.”jelasnya lantas menunjuk sebuah gamezone.
“lantas tidak sengaja melihatmu di kelilingi orang-orang tadi.”jelasnya lagi.
“bagaimana kau tahu kalau itu aku?”tanyaku pelan. Kutatap ia lekat.
“aku hanya berjarak 5langkah dari mu. Tentu aku bisa melihat wajahmu. Aku mungkin berandalan. Tapi aku bukan orang yang pelupa. Hingga lupa wajah yang baru kutemui tadi siang.”jelasnya santai dimasukannya tangannya kedalam saku jaketnya.
“oohh... “jawabku pelan.
“sekali lagi terimakasih. Ahh mian.. aku harus pulang. Appa ku sakit.” potongku cepat. Langsung ingat tujuanku kemari.
“sakit?”tanya dengan kening berkerut.
“emm.. “anggukku pelan. Lantas menunjuk apotek yang terletak tak jauh dari tempat kami berdiri.
“aku beli obatnya di sana. Aku harus pulang segera ji yong-ssii.”jelasku cepat. Lantas melangkah pergi tak lupa membungkukan diri. Pamit.
“biar ku carikan taksi hye in-a”teriaknya kemdian. Aku menoleh. Menggeleng.
“aku bawa mobil ji yong-ssi. Itu disana”jawabku seraya menunjuk mobil CR-V putih yang terpakir 3 langkah dariku.
“aahh.. nee.. hati-hati.. “ada nada kecewa disana. Aku membungkukan badan lagi. Sebelum melangkah masuk kedalam mobil. Dan tanpa menoleh. Kulajukan mobilku kembali pulang.

***

Hari berlalu sebagaimana mestinya. Tidak ada yang spesial. Tidak ada. Sekali lagi kutegaskan. TIDAK ADA YANG SPESIAL. Dia melupakan apa yang terjadi padaku. Melihatku pun tidak. padahal aku berlalu lalang didepan hidungnya. Itu menyekikku. Tak bisa bernapas. Tragis. Jika bukan karena dia. Mungkin hari ini aku masih terbaring dirumah sakit. Tapi, yang seperti yang kalian tahu. Aku bukan APA-APA baginya. Itu membuatku kembali terenyak kedunia nyata sekali lagi. Terbangun dari mimpi indah sekaligus mimpi buruk bersamanya.

Semua kembali seperti semula. Tidak ada yang berubah. Hanya aku yang sibuk membantah hati. Bahwa aku semakin mencintainya. Terlepas dari dia menyelamatkan ku malam itu. Aku hanya baru menyadari betapa aku menginginkannya. Terlalu berharap.

“hhhaahh..”helaku sesak. Membiarkan diri tersapu matahari terik. Duduk diam bak patung di bangku taman dekat parkiran.
Membiarkan angin nakal memainkan rambutku. Berharap angin dapat menyapu sedikit perasaanku padanya.
Tapi entah mengapa. Yang ada malah seperti menambah segunung rasa baru untuknya. Hanya karena angin membawa suaranya.
Kucari suaranya dengan sudut mataku. Ahh disana. Aku tersenyum getir. Pahit. Sakit.
“aku harus pergi, joon-ah..” pamitnya pada seseorang yang tampak seperti Lee Joon, teman karibnya. Lantas berlari menyambangi motor besarnya. Nampak seorang Yeoja cantik berdiri disana. 
Aku tersenyum getir. Itulah alasan kenapa aku harus cepat-cepat mengubur perasaanku. Sebelum aku menjadi serakah.
Kupandangi mereka. Yeoja itu naik dengan anggun ke atas motor dan memeluknya erat. Seakan tak ingin melepaskannya. Dan sesaat kemudian,terdengar suara motornya menderu menjauhi parkiran.
“jiyong-a bahagialah. Maka aku akan ikut bahagia bersamamu.” Ucapku lirih. Berbisik pada diriku sendiri. Mantra untuk ku selama berdamai tentang perasaanku padanya.
Ku raih buku ku. kumasukan sembarangan. Kutinggalkan tempatku duduk menuju kelas. Berharap sebagian rasa itu ikut tertinggal dibelakang.
Betapa semua terasa cepat bak jet coster. Naik dan turun. Satu hal yang kutahu. Aku bukan apa-apa buatnya. Hanya itu.
= - - E N D - - =

ini FF udah pernah d post sebelum nya. di blog tetangga. hihi
ada yang udh pernah baca?
udah pasti.
ini belum ada editan apapun. masih murni.
belum dapat feel baru soalnya hehehe
semoga terhibur~ heheh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar