- Kwon Ji Yong
- Han Hye In
Rating : All Age's
***
Aku
mungkin bukan siapa-siapa bagi nya. Aku hanya seseorang yang begitu
memperhatikan nya. tertawa jika ia tertawa. Menangis ketika ia bersedih.
Menyemangatinya jika ia terjatuh. Aku hanya bayangan untuknya. Sepasang sayap
untuknya terbang. Aku mencintai nya. Sangat mencintainya. Meski aku tahu dengan
sangat,bahwa itu tidak akan pernah menjadi nyata. Itu hanya sebuah angan dan
mimpi ku.
Bukankah
itu sebuah kesetiaan? Meskipun aku bermimpi menginginkan dirimu untuk ada
disini menemani ku. tapi itu gila. Ya itu gila. Kau tak pernah mengenalku.
Hanya aku yang mengenalmu dengan sangat baik.
Seperti
hari ini. aku masih setia memperhatikan gerak gerik mu dari sudut ruangan yang
tertutupi rak buku. Perpustakaan. Tempat favoritmu untuk menyendiri. Dan yang
akhirnya menjadi tempat favorit ku sekarang. Kau tak pernah menyadari
keadaanku. Meskipun aku duduk di depan mu. Kau begitu asyik membaca, seakan kau
masuk kedalam tulisan yang kau baca. Menyenangkan sekali melihatnya.
Benar-benar 2 sisi yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Kau,
Kwon Ji Yong. Jika tidak diluar ruangan ini terlihat amat menyebalkan. Jahil.
Berandalan. Nakal. Itulah sisi yang kau tunjukan diluar sana. Tapi disini,
diruangan sumpek. Penuh buku dan juga debu. Kau tunjukan sisi manis mu. Hanya
diam,kadang terseyum kadang malah wajah serius mu yang kau tunjukan.
Benar-benar berbeda. Seakan-akan ini ruangan sakral untuk mu. Dan hanya disini
kau bisa menjadi dirimu sendiri. Rileks dan menyenangkan.
Apa
ku bilang. Kau tertawa kecil. Lucu sekali melihatnya. Tawa tulus bukan seperti
tawa yang selama ini kau tunjukan. dan tanpa sadar aku sudah tertawa kecil. Dan
luput menahan tumpukan buku yang sedari tadi ku pegang. Dan dengan segera,
buku-buku tebal itu jatuh mendentum keras di lantai. Menimbulkan suara yang
bisa dibilang cukup nyaring ditambah lagi ini perpustakaan yang jelas saja
selalu hening dan tenang.
“omoo!?”seruku
pelan nan panik lantas mulai memungut buku-buku yang jatuhkan. Sialnya
buku-buku itu terlalu banyak dan berat!
“gwenchana?”sebuah
suara mengangetkanku. Dan tangan-tangan itu mulai terulur membantu ku.
omo
!! ini bukan mimpi ?tolong sadarkan aku jika ini hanya mimpi.!
“gwenchana?”ulangnya
pelan. Lantas menumpuk buku-buku berat itu ditangan nya.
“ne.
Gwenchana ji yong-ssi.”cicitku seperti tikus yang terjepit.
“khahaha...”dia
tertawa kecil dan geli.
“yaakk..
aku bukan hantu. Tidak perlu takut seperti itu.”lanjutnya kemudian sembari
membantuku membawa buku-buku itu ke meja terdekat.
“hehehee...”
sial!
kenapa malah tertawa seperti orang bodoh!
Dia
hanya menahan tawa nya. dan menyilahkan ku duduk. Dan demi itu semua. Aku
seperti boneka yang patuh disuruh ini itu. terpaku menatapnya yang kembali
serius dengan buku nya.
“yakk..
sampai kapan kau akan menatapku,hmm?”tegurnya pelan tanpa melepas matanya
sedetikpun dari bukunya.
“eh??”sentakku
kaget. Dia menyadarinya? Sejak kapan? Omoo! Gawat. Cepat-cepat ku tundukan
kepalaku. Pura-pura membuka buku.
“kau
dari jurusan mana?”tanya nya lagi. Mengagetkan ku.
“filsafat.”jawabku
pendek. Salah tingkah. Sebentar-sebentar membetulkan poni. Baju atau apalah.
“aahh..
nah, kau tahu aku kan?”tanya nya lagi. Lantas meletakan buku yang dibacanya dan
mulai menatapku. Langsung kemanik mata ku. deg deg deg.
Patah-patah
ku anggukkan kepalaku. Dia hanya tersenyum. Entah apa arti senyum itu. aku
sungguh tidak mengerti.
“kau
angkatan berapa?”tanya nya lagi lantas menyilangkan kedua tangan nya di dada.
Ini sama saja mengintrogasiku, aisshhh
Dengan
ragu-ragu kujawab juga. “eemm.. 24.. emm wae ?”. dia tersenyum lagi dan
mengeleng pelan. “pantas saja kau memanggilku begitu. Kita seangkatan. Hanya
beda jurusan saja. Benar?” ku anggukan kepalaku cepat. Bodoh!
“sepertinya
belakangan ini aku sering melihatmu. Entah itu disini atau dimana. Ada yang
ingin kau tanyakan?”DOR! langsung tembak! Matilaahh.. ottokee ?? kumainkan
ujung rambutku yang memang sengaja kugeraikan.
“tanyakan
saja. Kau sepertinya sudah mengenalku begitu baik. Dan aku sungguh tahu arti tatapanmu
itu.” glek! Dia tahu?
“emm..
ituu.. kenapa jika disini kau terlihat tenang. sedangkan diluar sana terlihat..
emmm.. berbeda?”tanyaku takut-takut. Kwon Ji Yong itu juga unpredictable man.
Makanya takut. Huhu
“aahhhhh..
ituuu.. sudah ku dugaa.. sebentar.. apa bisa kau mengira-ngira apa alasan nya?
aku tahu kau jauh lebih pintar dariku.”jawabnya santai. Dan kembali meraih buku
yang tadi dibiarkan nya. dibuka-buka nya pelan. Tunggu ! dia tersenyum!! MWO??
Apa artinya ini?
“apa
kau perlu jawaban sekarang?”tanya nya pelan. Masih dengan sebuah senyuman
misterius di bibirnya.
“eh?”delik
ku salah tingkah. Apa katanya barusan?
“babbo..
hahaha”jawabnya pelan sambil tersenyum. Dia mengatakan itu tanpa melihatku. Dan
itu menyebalkan. =_=
“hehehe..”yakk!
kenapa malah ikut tertawa. Bodoh~
“kau
lucu sekali.. haahaha”katanya sambil tertawa kecil. Diletakan nya kembali buku
yang sedari tadi dibacanya.
“boleh
aku tahu siapa nama mu?”tanyanya pelan dan berirama seakan-akan ini
menyenangkan untuknya. Susah payah kuteguk liurku. Ku benarkan poniku yang
jatuh menutupi mata. Mencoba menutupi kegugupanku.
“Han
Hye In imnida..”desisku pelan. Berbisik seperti tikus yang terjepit.
“yakk,,
aku tidak akan mengigitmu. Jadi berhenti bersikap seakan-akan aku akan
menghisap darahmu. Dan satu lagi. Jika kau berbicara padaku. Tolong lihat
mataku. Aku benci orang yang berbicara kepadaku tapi tidak menatapku.” Ujarnya
mantap. Setengah memerintah setengah menakuti setengah berusaha menyakinkan.
Semua serba setengah.
Oh tuhan. Menatapnya
langsung? Tidak tidak bisa. Aku malu.
Setelah
rusuh dengan perasaan sendiri. Setelah lenggang kembali menyusup diantara kami.
Akhirnya patah-patah ku angkat wajahku yang sedari awal hanya tertunduk menatap
buku. Camkan! Hanya menatap. Tidak selera untuk membaca. Meskipun ku baca. Aku
bersumpah tak ada satu katapun yang nyangkut dikepalaku sekarang. Dan terlebih
lagi soal aku ketahuan memperhatikannya.
nah begini lebih baik.
Demikian maksud wajahnya kala
melihatku menatapnya. Dia manggut-manggut dan menyilangkan tangannya di dada,
merapat ke sisi meja. Menaruh tangannya di atas meja. Menatap lurus kearahku.
“karena
kau sudah tanya, maka aku akan kujawab.” Katanya santai tetap lurus
memandangku. Tak berkedip.
“jawabannya
sederhana. Kau juga membutuhkan ketenangan ketika sedang membaca bukan?” aku
mengangguk cepat. Dia tersenyum sekilas. Menatapku lagi.
“diluar
berbeda? Sesungguhnya tidak. sama. Hanya diluar sana aku tidak perlu
ketenangan. Semua sama menyenangkan nya ketika aku hanya berbual bersama
buku-buku tua nan berdebu seperti ini.” di mainkannya buku tebal berbahasa
inggris itu.
Kutautkan
alisku. Hah? Aku tidak mengerti maksudnya.
“kau
tidak mengerti?”tanyanya seakan-akan bisa membaca gurat diwajahku.
“mudahnya
begini. Diluar aku perlu teman untuk bersenang-senang. Seperti mereka.” dia
menunjuk keluar. Aku seperti orang bodoh mengikuti arah telunjuknya yang
jelas-jelas menunjuk ke arah luar jendela. Menatapnya bingung.
“tapi,
ketika aku ingin sendiri. Mereka lah teman-temanku yang setia. Berbicara dengan
bahasa mereka sendiri.” Di rentangkannya tangannya dengan bangga. Dan terlihat
jelas gurat wajahnya berubah seratus kali lebih menyenangkan dari sebelumnya.
“itu
sama menyenangkan nya bagiku. Entah bagi orang lain. Dan aku sama sekali tidak
merasa berbeda seperti yang tuduhkan
padaku.” Lanjutnya kemudian sembali mengulung lengan kemeja hitamnya. Menarik
kembali buku yang dibacanya.
“kau
mengerti maksudku kan?”tanya memastikan.
“kupikir
kau terlalu banyak membaca buku. Bahasamu sudah seperti para filsafat.
Jadi,sebenarnya disini siapa yang mahasiswa filsafat? Aku atau kau ?”jawabku
berusaha mencairkan suasana. Mencoba ber”akrab” ria dengannya.
“terserahmu
lah. Ku anggap kau sudah mengerti.”jawabnya dari balik buku tebalnya. Kembali
ke aktivitas sebelumnya. Berbicara dengan “teman”nya.
***
Sebenarnya
apa yang sedang kukerjakan sekarang ini?. Tidak juga membaca, meski sebuah buku
sudah kubolak balik halamannya dari tadi. Tapi mataku entah menatap kemana. Dan
otakku kemana. Bengong?. Mungkin benar.
Dan
tiba-tiba saja otakku sudah merangkai ingatan kejadian tadi siang. Mengelitik
pikiranku yang entah terbang kemana-mana. Merangsang hati untuk meluapkan rasa
senang. Kututup buku malang yang hanya ku sentuh dengan cinta. Ini teman Kwon Ji Yong. Harus ku berlakukan
spesial. Begitu benak ku berkata pelan. Mendayu merayu.
Kwon Ji Yong. Satu
orang tapi memiliki dua sisi yang amat bertolak belakang. Badly in the outside.
But softly in the inside. Menarik. Kembali
benakku bermain. Menarawang kemana-mana. Hati menebar bunga cinta semakin
semerbak harumnya. Otak semakin jahil menghadirkan kenangan akan senyum nya.
senyum yang tak akan kulihat jika bertemu diluar perpustakaan. Kali ini semua
nya bersekongkol. Kompak. Membuatku lupa jika besok harus ada tugas yang harus
kukumpulkan. Sebagai syarat untuk mengambil mata kuliah lanjutan.
“Hye
in-a. Sudah tidur?”suara oemma ku terdengar dari balik pintu. Dan hal itupula
yang menyentakkan ku kembali ke dunia nyata.
“belum
oemma. Wae?”tanyaku bingung sambil membukakan pintu untuk oemma-ku.
“bisa
tolong oemma beli obat rematik untuk appamu?”tanya oemmaku pelan. Menatapku
menanti jawaban.
“rematik
appa kambuh lagi?”tanya ku prihatin. Oemma mengangguk pelan. Terlihat gurat
letih diwajahnya.
“nee..
tapi ini sudah larut oemma. Apotik yang ada di depan pasti sudah tutup.”jawabku
cepat sambil melirik jam dinding berbentuk kepik merahku.
“nee~hye
in pakai mobil appa saja. Ini kuncinya. Dan ini uangnya. Lekas Hye In-a jangan
keluyuran.” Tanpa menunggu disuruh dua kali pun aku sudah beranjak mengambil
kunci mobil dan juga uang yang diberikan oemma. Bergegas pergi.
***
“gomabseumnida
seonsaengnim..”kataku sopan sembari membungkuk hormat. Lantas keluar apotik 24jam
tersebut. Perlu setengah jam berkendara dari rumah,hingga akhirnya menemukan
apotik ini. Dengan hati riang. Melangkah menuju mobil yang terparkir lumayan
jauh dari apotek tadi . Hingga tiba suara seseorang menghentikan langkahku.
“hey
nona manis. Kau sepertinya anak orang kaya. Pasti banyak uang.” Ku teguk
liurku. Tenggorokanku tercekat. Mundur selangkah demi selangkah. Merapatkan
pakaianku. Rasa takut merasuk kemana-mana.
“aku
tidak punya uang.”kataku akhirnya. Pelan. Takut.
“gotjimal.
Kau pasti punya uang.” Ujar pria yang hanya selangkah jaraknya dariku. Bau khas
alkohol tercium jelas. Aku benci bau ini.
“berikan
uang mu!”bentak pria yang satunya. Yang sekarang sudah menangkap lenganku.
Berusaha memeriksa tas kecil yang
kubawa.
“jangaaan
!!! aku sungguh tidak punya uang!!”teriakku kencang. Sembari mencoba
mempertahankan tasku. Saat aku benar-benar terjepit itulah,entah darimana
datangnya. Tiba-tiba saja sebuah pukulan telak mendarat di punggung pria yang
memengang lenganku.
“aaaarrgghhhh!!”
aku hanya bisa berteriak seketika. Kaget. Shock. Bingung. Dan dalam hitungan
detik. Kembali suara pukulan. Makian berterbangan dilangit. Aku hanya bisa
menutup mata dan merengkuh kaki. Takut luar biasa.
“aaaaarggghhhhhh”teriakku
kencang ketika sebuah tangan menyentuh bahuku. Aku sontak jatuh terduduk.
Berusaha menendang kesana kemari. Mengapai kesana kemari.
“yaakk!!!
Tenanglah.. !!!”bentaknya. kedua tangannya berhasil menangkap tanganku. Aku
yang sudah letih dan lemas karena takut. Menyerah pada kekuatannya.
“gwenchana
??”tanya nya khawatir. Kuberanikan menatapnya. Patah-patah ikut berdiri.
Patah-patah menatapnya. Patah-patah mengangguk.
“nyaris
saja hye in-ssi. Terlambat sedikit saja, kau entah sudah dibawa
kemana.”terangnya tanpa ku minta. Kau tahu. Dewa penolongku itu tak lain dan
tak bukan adalah orang yang sama dengan orang yang membuatku bengong sepanjang
malam ini.
“gamsahamnida
ji yong-ssi.. gamshahaeyo..”ucapku sambil terus membungkukkan badan.
“yaakk..
yakk.. “bentaknya tak suka.
“arrasoo..
eiih... “ujarnya menunjukan wajah sebalnya.
“sebentar.
Kau jangan kemana-mana. Jangan kemana-mana. Berdiri disini saja.
Arraaa??”perintahnya tak terbantahkan. Tanpa menunggu persetujuanku. Ia sudah
pergi menghilang.
Kemudian
5 menit kembali kedepanku. Membawa satu kotak susu hangat.
“minumlah.
Wajahmu pucat. Kau tidak mau pulang dengan wajah pucat kan?”ujarnya sambil
menyerahkan kotak susu yang sudah dibukanya tadi. Patah-patah dengan tangan
gemetaran kuraih kotak susu tersebut.
“gomapta.
“kataku pelan langsung meneguk susu tersebut. Hangatnya susu tersebut membantu
banyak.
Kutatap
wajahnya. Bagaimana bisa kau ada disini? Demikian
maksud mimik wajahku.
“tidak
sengaja. Aku kesini ingin bermain bersama beberapa teman. Mereka menunggu
disana.”jelasnya lantas menunjuk sebuah gamezone.
“lantas
tidak sengaja melihatmu di kelilingi orang-orang tadi.”jelasnya lagi.
“bagaimana
kau tahu kalau itu aku?”tanyaku pelan. Kutatap ia lekat.
“aku
hanya berjarak 5langkah dari mu. Tentu aku bisa melihat wajahmu. Aku mungkin
berandalan. Tapi aku bukan orang yang pelupa. Hingga lupa wajah yang baru
kutemui tadi siang.”jelasnya santai dimasukannya tangannya kedalam saku
jaketnya.
“oohh...
“jawabku pelan.
“sekali
lagi terimakasih. Ahh mian.. aku harus pulang. Appa ku sakit.” potongku cepat.
Langsung ingat tujuanku kemari.
“sakit?”tanya
dengan kening berkerut.
“emm..
“anggukku pelan. Lantas menunjuk apotek yang terletak tak jauh dari tempat kami
berdiri.
“aku
beli obatnya di sana. Aku harus pulang segera ji yong-ssii.”jelasku cepat. Lantas
melangkah pergi tak lupa membungkukan diri. Pamit.
“biar
ku carikan taksi hye in-a”teriaknya kemdian. Aku menoleh. Menggeleng.
“aku
bawa mobil ji yong-ssi. Itu disana”jawabku seraya menunjuk mobil CR-V putih
yang terpakir 3 langkah dariku.
“aahh..
nee.. hati-hati.. “ada nada kecewa disana. Aku membungkukan badan lagi. Sebelum
melangkah masuk kedalam mobil. Dan tanpa menoleh. Kulajukan mobilku kembali
pulang.
***
Hari
berlalu sebagaimana mestinya. Tidak ada yang spesial. Tidak ada. Sekali lagi
kutegaskan. TIDAK ADA YANG SPESIAL. Dia melupakan apa yang terjadi padaku.
Melihatku pun tidak. padahal aku berlalu lalang didepan hidungnya. Itu
menyekikku. Tak bisa bernapas. Tragis. Jika bukan karena dia. Mungkin hari ini
aku masih terbaring dirumah sakit. Tapi, yang seperti yang kalian tahu. Aku
bukan APA-APA baginya. Itu membuatku kembali terenyak kedunia nyata sekali
lagi. Terbangun dari mimpi indah sekaligus mimpi buruk bersamanya.
Semua
kembali seperti semula. Tidak ada yang berubah. Hanya aku yang sibuk membantah
hati. Bahwa aku semakin mencintainya. Terlepas dari dia menyelamatkan ku malam
itu. Aku hanya baru menyadari betapa aku menginginkannya. Terlalu berharap.
“hhhaahh..”helaku
sesak. Membiarkan diri tersapu matahari terik. Duduk diam bak patung di bangku
taman dekat parkiran.
Membiarkan
angin nakal memainkan rambutku. Berharap angin dapat menyapu sedikit perasaanku
padanya.
Tapi
entah mengapa. Yang ada malah seperti menambah segunung rasa baru untuknya.
Hanya karena angin membawa suaranya.
Kucari
suaranya dengan sudut mataku. Ahh disana. Aku tersenyum getir. Pahit. Sakit.
“aku
harus pergi, joon-ah..” pamitnya pada seseorang yang tampak seperti Lee Joon,
teman karibnya. Lantas berlari menyambangi motor besarnya. Nampak seorang Yeoja
cantik berdiri disana.
Aku
tersenyum getir. Itulah alasan kenapa aku harus cepat-cepat mengubur
perasaanku. Sebelum aku menjadi serakah.
Kupandangi
mereka. Yeoja itu naik dengan anggun ke atas motor dan memeluknya erat. Seakan
tak ingin melepaskannya. Dan sesaat kemudian,terdengar suara motornya menderu
menjauhi parkiran.
“jiyong-a
bahagialah. Maka aku akan ikut bahagia bersamamu.” Ucapku lirih. Berbisik pada
diriku sendiri. Mantra untuk ku selama berdamai tentang perasaanku padanya.
Ku
raih buku ku. kumasukan sembarangan. Kutinggalkan tempatku duduk menuju kelas.
Berharap sebagian rasa itu ikut tertinggal dibelakang.
Betapa
semua terasa cepat bak jet coster. Naik dan turun. Satu hal yang kutahu. Aku
bukan apa-apa buatnya. Hanya itu.
= - - E N D - - =
ini FF udah pernah d post sebelum nya. di blog tetangga. hihi
ada yang udh pernah baca?
udah pasti.
ini belum ada editan apapun. masih murni.
belum dapat feel baru soalnya hehehe
semoga terhibur~ heheh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar